oleh

Integrasikan SPAB dan Percepatan Redistribusi TORA dari Kawasan Hutan Berbasis Tata Ruang dan Lingkungan

Salah satu upaya percepatan melalui kegiatan pilot project percepatan Redistribusi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dari Kawasan Hutan Berbasis Tata Ruang dan Lingkungan pada lokasi kawasan Hutan Produksi Konversi (HPKv) Tidak Produktif.
Direktur Jenderal (Dirjen) Penataan Agraria Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Andi Tenrisau yang hadir secara daring pada Rapat Koordinasi (Rakor) Persiapan Pilot Project Percepatan Redistribusi TORA Dari Kawasan Hutan Berbasis Tata Ruang dan Lingkungan Tahun 2021 yang diselenggarakan di Hotel Arista, Palembang, pada Kamis (20/05/2021) berharap pada pilot project ini bisa menghasilkan lokasi kegiatan redistribusi tanah yang berkelanjutan sesuai dengan tata ruang, tata guna tanah dan lingkungan dalam kerangka Sistem Penataan Agraria Berkelanjutan (SPAB).
“SPAB merupakan upaya implementasi dari amanat Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Pokok Agraria dan Penerjemahan dari Sustainable Development Goals (SDG’s) khususnya dalam pengelolaan sumber daya agraria yang berkeadilan dan berkelanjutan melalui penataan aset dan penataan akses didukung dengan penatagunaan tanah dalam kerangka reforma agraria,” kata Andi Tenrisau.
Lebih lanjut Dirjen Penataan Agraria menjelaskan integrasi SPAB dalam tahapan pelaksanaan pilot project melalui beberapa tahapan, mulai dari persiapan dan perencanaan yang matang, lalu penyiapan TORA dengan melakukan pengumpulan data, kajian, desain hingga penyusunan proposal permohonan pelepasan kawasan hutan dan terakhir harus ada tindak lanjut yang meliputi redistribusi tanah, penatagunaan tanah hingga pemberdayaan.
“Perlu perencanaan dan strategi pengumpulan data yang baik karena kajian, perencanaan, penyusunan desain dan proposal dapat terwujud dengan baik jika didukung dengan input data yang lengkap, akurat dan up to date,” jelas Dirjen Penataan Agraria.
Selain itu, Andi Tenrisau juga menyatakan koordinasi dan kolaborasi aktif dengan para pemangku kepentingan terkait baik di pusat maupun daerah dalam pelaksanaan pilot project, mulai dari pengumpulan data, kajian, perencanaan, penyusunan proposal hingga proses pelepasan kawasan hutan serta tindak lanjut redistribusi tanah dan pemberdayaannya.
“Dalam hal ini juga perlu identifikasi stakeholders terkait kendala, permasalahan dan hambatan yang ada maupun potensial muncul di lapangan guna mempermudah kerja ke depannya,” terangnya.
Andi Tenrisau terakhir menekankan bahwa dalam pelaksanaan pilot project ini harus selalu memperhatikan dan mempertimbangkan kondisi sosial kemasyarakatan, budaya, adat istiadat dan kearifan lokal di tiap-tiap daerah. (*/cr2)
Baca Juga  Indonesia Emas 2045, Pembangunan SDM Butuh Perhatian Serius

News Feed